Sanggup


15 menit berlalu, pesan Wiliam belum juga Cerita balas. Perasaan cemas makin menguasai Wiliam, telpon Wiliam juga tak kunjung Cerita angkat, akhirnya Wiliam keluar dari rumahnya, berniat mencari keberadaan Cerita.

Baru melangkah keluar dari pintu utama, langkah Wiliam terhenti ketika sebuah taksi berwarna biru memasuki pekarangan rumahnya, dan berhenti tepat di teras dekat pintu utama. Kebingungan Wiliam akan siapa yang datang terjawab begitu Cerita keluar lalu berlari ke arahnya. Setelah berada tepat di samping Wiliam, Cerita menarik narik bajunya, meminta Wiliam untuk mendekatkan kupingnya. Wiliam menurut, merendahkan tubuhnya hingga kupingnya berada sejajar dengan mulut Cerita.

“Bayarin…” bisik Cerita.

Wiliam berdecak, meski kakinya tetap melangkah menuju mobil dan membayarkan taksi yang digunakan Cerita, dalam hati Wiliam masih mengerutu. Bisa bisanya gadis ini membuatnya begitu khawatir, tak membalas pertanyaan Wiliam, dan tiba tiba hadir dihadapan Wiliam meminta dibayar uang taksinya.

Setelah taksi yang Cerita gunakan telah meninggalkan pekarangan rumah Wiliam, Wiliam langsung berbalik pada Cerita, “Kalau gue belum bales jangan langsung pulang. Tunggu bentar bisa nggak? Gue bakal tetep dateng. Kalau ditanya dimana, jawab. Jangan bikin orang khawatir.” Dari nada suaranya terdengar Wiliam yang begitu marah.

Cerita mengerut, merasa tak terima dengan omelan Wiliam. “Hello? Ini udah sore, lu mau gue nunggu berapa lama lagi? Lagian gue udah bilang kali kalau udah deket, lo aja yang batu.”

“Lo tinggal ngasih tau dimana aja susah.”

“Dih, emang kalau gue kasih tau dimana lo bakal langsung dateng?”

“Bakal.” Jawab Wiliam begitu cepat.

Cerita menaikan alisnya, lalu tertawa hambar, “Kalau gitu kenapa pas gue chat minta bareng lo nggak ada? See? Nyatanya lo nggak bakal langsung datengkan?”

“Lo ngerti situasi nggak?” Wiliam menatap Cerita jengkel, “tadi gue masih di jalan. Sedangkan waktu gue tanya lokasi lo, itu gue udah di rumah. Kalau lo kasih tau lokasi lo dimana pas gue di rumah, gue pasti bisa langsung nyamper.”

“Lo kali yang nggak ngerti situasi.” Balas Cerita enteng, “Gue udah bilang mau nyampe, ngapain lagi gue harus ngasih tau lokasi gue ke lo?”

“Udah mau nyampe apanya? 15 menit gue nunggu, lo tetep nggak ada kabar.”

“Lo siapa sih? Ngapain juga gua harus ngabarin lo.”

Diamnya Wiliam membuat Cerita melanjutkan, “Lo bukan siapa siapakan? Ya udah nggak usah lebay.”

Wiliam menarik napasnya panjang, emosinya benar benar terpancing kini. “Gue disuruh nyokap lu, buat mulangin anaknya yang banyak tingkah.” Balasnya dingin.

“Oh sekarang mau bawa bawa mama? Ya udah nanti gue bilang mama biar nggak usah ngehubungin lo lagi.”

“Lo kira nyokap lo bakal nyanggupin permintaan anaknya yang paling manja ini? nggak usah ngehubungin gue lagi? Serius?” kini Wiliam yang tertawa hambar, “Sanggup? Sanggup bikin mama lo nggak khawatiran terus terusan? Sanggup keluar dari rumah tanpa bikin mama lo kepikiran? Sanggup nggak?”

Mata Cerita memerah, telapak tangannya sudah mengepal, “Anj*ng,” umpat gadis itu geram lalu melangkah pergi begitu saja.