hoodie


Sore itu cukup melelahkan bagi Cerita, setelah latihan cheerleaders gadis itu harus buru buru pulang, karena Rebecca, mentornya, ternyata sudah berada di rumah Wiliam, tempat mereka bimbingan belajar hari ini. Tanpa sempat singgah ke rumah untuk sekedar menganti pakaiannya, Cerita memutuskan untuk langsung ke rumah Wiliam, selain karena takut tertinggal pelajaran ia juga tak mau membuat Rebecca harus menunggu. Kakak mentor kesayangan Cerita itu persis sama seperti Wiliam, paling tak suka waktunya terulur.

Padahal baru kemarin Cerita menyumpah serapahi rumah ini berserta pemiliknya, ia juga berjanji tak akan pernah menginjakan kaki di rumah ini lagi, namun kekesalan Cerita seperti meluap dalam sekejap. Kini ia malah berlari cepat sampai kakinya melangkah masuk ke dalam ruang tamu.

“Eh sorry telat, kak.” Ucap gadis itu sembari mendudukan dirinya dekat Rebecca.

Ketiganya, Rebecca, Wiliam dan Cerita, kini duduk lesehan dengan karpet lembut menjadi alas, serta meja bundar yang berada di tengah tengah.

“Minum dulu nih.” Tawar Rebecca sembari mendorong segelas jus jeruk.

Cerita yang memang haus langsung menegak habis satu gelas, tak mempedulikan Rebecca yang menatapi gadis itu heran.

“Dari mana aja lo bisa telat?”

“Latihan cheers.”

“Buset lama amat?”

“Sekalian pemilihan pengurus baru, sama…” ada jeda lama, Cerita tengah membenarkan posisi duduknya. Berlatih cheerleaders menggunakan celana pendek dengan bahan ketat, membuat paha Cerita jadi terekspos ketika duduk menyilang. “…makan makan, rayain pergantian tadi.”

Wiliam yang dari tadi menunduk membaca buku di hadapannya sedikit mendongak ketika medengar suara Cerita kesusuhan. Meski tertutup oleh meja, Wiliam jelas bisa tau apa yang gadis itu tengah tutupi.

“Wil” panggil Rebecca, “Ambilin selimut kek, atau apaan, buat Cerita.” Dengan sigap Wiliam berdiri, lalu melangkah pergi menuruti perintah kakak mentornya.

Tak butuh waktu lama, Wiliam sudah kembali dengan sebuah hoodie oversized di tangannya. Wiliam menyodorkan hoodie itu dalam diam, dan Cerita terima juga dalam diam. Meski dalam hati agak terkejut dengan ukuran hoodie yang kini ia genggam, rasanya seluruh tubuhnya bisaa tenggelam jika memakai ini.

Setelahnya Wiliam kembali duduk, menyisakan hening di antara mereka.

Rebecca dengan cepat menyadari perubahan suasana di sekitarnya,

“Kenapa lo berdua? Diem dieman aja, nggak ribut.”

“EH KAK! Kita belajar sekarang yuk! Kemarin gue udah ngerjain soal soal Sosiologi.”

Rebecca tertawa dalam hati, bisa bisanya Cerita mengerjakan soal Sosiologi padahal kemarin ia mengirim file soal Sejarah. Ia langsung paham, Cerita tengah mengalihkan topik.

**

“Hati-hati, Kak Becca!” teriak Cerita kedua kalinya ketika motor kekasih Rebecca sudah melaju.

Bimbingan belajar mereka telah selesai, seperti biasa kekasih Rebecca juga sudah menjemput gadis itu di depan rumah anak didiknya. Dan barusan sepasang kekasih itu sudah meninggalkan perumahan Cerita dan Wiliam.

Menyisakan Cerita dan Wiliam yang masih berdiri di depan pagar. Semenjak Rebecca menaiki motor kekasihnya, kecanggungan sudah terasa antar Cerita dan Wiliam. Tak mau makin kikuk, tanpa sepatah kata Cerita langsung melangkahkan kakinya pulang.

“Cerita.” Suara Wiliam terdengar dekat, padahal Cerita sudah melangkah beberapa meter dari tempat cowok itu tadi berdiri, gadis itu berbalik mendapati Wiliam yang ikut melangkah di belakangnya.

Wajah Cerita merengut tak suka, “Ngapain sih lo!”

“Yang kemarin—”

“Gua nggak mau ngomong sama lo, apa lagi soal kemaren. Balik lo.”

“Ya udah nggak ngomongin yang kemaren.”

“Balik!”

Wiliam menghembuskan napasnya, berbicara dengan Cerita yang sedang sensian memang bukan hal baik untuk kesabarannya. “Gue balik, tapi pake dulu ini.” Wiliam menjelaskan selembut mungkin sambil mengulurkan hoodie oversized yang ia berikan tadi pada Cerita.

“Nggak mau!”

“Cerita, ini udah malem.”

“Siapa juga bilang ini pagi.”

Emosi Wiliam tak lagi bisa ia tahan, dengan cepat tangannya meraih kedua tangan Cerita, membuat gadis itu berbalik dengan terkejut.

“HEH! LO MAU NGAPAIN! GUA TERIAK YA KALAU LO MACEM MACEM!”

Teriakan Cerita tak Wiliam indahkan, ia memasangkan hoodie miliknya, melingkar pada pinggul Cerita, lalu mengikatkannya,

“Kekencengan nggak?” tanyanya tak peduli dengan wajah memerah Cerita.

Cerita tak membalas, ia kembali memberontak, sampai lepas dari genggaman Wiliam.

“LO TUH YA—”

“Udah sana balik, gue juga mau balik, lo hati hati.” Wiliam dengan cepat memotong omelan Cerita, sempat sempatnya ia menepuk puncak kepala Cerita sebelum ia berbalik masuk ke dalam rumahnya.

Meninggalkan Cerita yang terdiam, she turned cold eyes on, yet it warms her heart at the same time.